Curug Dago dan Prasasti Raja Thailand (foto: nizar ulman) |
Keindahan kawasan bumi priangan memang sudah terkenal dari zaman dahulu. Banyaknya objek-objek wisata alam dan keramahan orangnya yang menambah keindahan yang banyak dikagumi orang. Bahkan untuk menggambarkan keindahan alamnya, M.A.W Brouwer berucap bahwa “Bumi Pasundan Lahir Ketika Tuhan sedang Tersenyum.
Bandung sebagai ibu kota Parahyangan tidak kalah menampilkan keindahan kawasan alam yang banyak menarik perhatian wisatawan local maupun mancanegara untuk berkunjung ke kota Kembang ini. Kawasan Bandung utara yang menjadi tempat konservasi alam mempunyai banyak objek keindahan alam yang sayang untuk dilewatkan jika berkunjung ke Bandung.
Salah satu objek wisata yang menarik dikunjungi adalah objek wisata Curug Dago. Curug atau air terjun yang masuk pada kawasan Taman Hutan Raya Ir.H Djuanda ini berlokasi di Desa Dago, Kec. Coblong, Kota Bandung, Jawa Barat, Pulau Jawa, Indonesia. Terletak sekitar 8 km dari pusat kota Bandung menuju arah utara. Untuk Anda yang ingin menuju kawasan wisata ke Curug Dago ada dua jalan alternatif yang dapat Anda tempuh. Dapat melewati jalan di seberang Terminal dago atau melewati Taman Budaya Ganesha Dago atau Dago Tea House yang berada di Jl, Ir. Djuanda.
Untuk masuk ke objek wisata curug dago pengunjung dipungut biaya sebesar Rp.11.000 dan untuk biaya parkir motor Rp.5000. Bukan hanya untuk masuk ke curug dago, tetapi pengunjung bisa memakai tiket tersebut untuk masuk ke objek wisata lain di Taman Hutan Raya Ir.H.Djuanda seperti Goa Jepang, Goa Belanda, Tebing Keraton, dll.
Selain air terjun yang tingginya sekitar 10 meter, di tempat ini terdapat juga dua buah bangunan dengan ornament-ornamen yang sekilas mirip dengan ornament dari kebudayaan cina. Kedua buah bangunan tersebut ternyata adalah sebuah tempat yang didalamnya terdapat prasasti berupa batu dengan ukiran diatasnya dalam huruf Siam (Thailand).
Ternyata prasasti tersebut merupakan prasasti yang dibuat oleh raja Thailand Chulalongkorn II (Rama V) yang dibuat saat Rama V mengunjungi Bandung pada tahun 1902. Sedangkan bangunan lainnya merupakan bangunan yang didalamnya terdapat prasasti dari Raja Thailand lainnya Prajatipok Paramintara atau Rama VII yang melakukan napak tilas pada prasasti yang dibuat kakeknya 27 tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1929.
Dalam beberapa artikel menyebutkan bahwa dua prasasti tersebut bertuliskan inisial dan tahun datangnya raja-raja Thailand tersebut. Tentunya dalam huruf siam dan dengan menuliskan tahun dalam hitungan tahun Budha. Semenjak ditemukan oleh warga sekitar tahun 1989, dan di beritakan oleh media massa. Kemudian Raja Thailand saat itu meminta pemerintah Indonesia untuk melindungi prasasti tersebut. Kemudian ditindaklanjuti oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala pada tahun 1991.
Terbukti bahwa keindahan bumi parahyangan memang terkenal, bahkan Raja Thailand pun begitu terpesona dengan keindahan curug Dago sampi-sampai mengunjunginya dua kali dan meninggalkan prasasti disana. Bagaimana dengan keadaannya sekarang?
Sudah ratusan tahun setelah Raja Thailand pertama kali menjejakan kaki di curug dago. Keindahan tersebut mulai memudar seiring berkembangnya daerah di sekitar curug Dago. Curug yang mendapat aliran air dari sungai cikapundung ini terlihat keruh dan berbau. Hal tersebut muncul karena terdapat banyaknya pemukiman di sekitar curug dago yang membuat tercemarnya sumber air yang menuju curug tersebut. Juga banyaknya sampai yang tersangkut di sekitaran aliran air membuat rusaknya pemandangan di objek wisata tersebut.
Padahal dengan adanya penarikan uang tiket membuat pengelola lebih serius untuk merawat dan menjaga kebersihan dari setiap objek wisata. Sehingga dapat menambah minat wisatawan dan juga tidak mengecewakan pengunjung dengan tempat yang kotor dan terlihat tidak terwat.
0 comments:
Post a Comment