WHAT'S NEW?
Follow Instagram: @impalaoutdoor

HURUNGKEUN TV, ULAH KA STADION!




Didedikasikan Untuk Loyalitas Bobotoh Sa Alam Dunya


“HURUNGKEUN TV, ULAH KA STADION!” ungkapan tersebut memang hanyalah plesetan dari kalimat propaganda “ Paehan TV, Indit ka Stadion!” atau dalam istilah luar negerinya “ Turn off your TV, Go To Stadium!” Ungkapan yang sering kali kita lihat di kaos-kaos supporter atau gambar-gambar yang tersebar lewat dunia maya. Ungkapan tersebut sejatinya menunjukan bahwa seorang supporter harus selalu mendampingi tim kesayangannya secara langsung, karena dengan hal tersebut dapat membuat semangat tim kesayangannya menjadi berlipat ganda. Juga bisa sebagai propaganda agar pendapatan klub dari ticketing menjadi berlibat ganda akibat animo supporter yang datang ke stadion.

PERSIB BANDUNG,sebuah klub sepakbola asal kota kembang ini sudah terkenal seantero nusantara akan loyalitas dan animo pendukungnya yang biasa disebut bobotoh. Disetiap pertandingan PERSIB baik home maupun away, bobotoh selalu hadir di stadion dengan jumlah yang tidak pernah sedikit, apalagi jika pertandingan home, dipastikan tribun stadion akan penuh sesak dengan bobotoh.

Sayangnya loyalitas dan animo bobotoh untuk datang ke stadion dinodai dengan adanya oknum yang mengambil hak dan keuntungan yang hanya untuk dirinya sendiri bahkan dirasa merugikan bobotoh. Wabah penyakit yang menyerang dan merenggut hak dan kecintaan bobotoh akan sebuah klub berjuluk maung Bandung. Calo, biasa oknum tersebut dipanggil. Pekerjaanya adalah memborong tiket dan menjualnya kembali dengan harga yang sudah ia naikan jauh melebihi harga pasaran. Memang hal tersebut dirasa sudah biasa dalam segala hal yang berhubungan dengan tiket, antrian, keuntungan. Jangankan di stadion, di kantor Polisi, tempat pembuatan SIM, Samsat, mereka selalu menjadi bagian di dalamnya. Dengan menawarkan kemudahan, tetapi merogoh saku para pelanggannya lebih dalam.

Tetapi apa yang terjadi saat ini di stadion di Bandung? Tiket yang langka, harga menjadi melambung tinggi lebih dari 50% dari harga aslinya. Hal tersebut terlihat saat PERSIB akan melakukan partai home melawan PBFC Sabtu lalu (26/9/2015). Bobotoh berkeliling ke tempat-tempat penjualan tiket, dimana anehnya, dalam waktu puluhan menit tiket ludes terjual tanpa ada antrian atau kerumunan yang signifikan. Mengapa hal tersebut terjadi? Mungkin ada bos yang membeli semua tiket tersebut? Atau setiap loket penjualan menjual tiket lebih sedikit? Tetapi apakah masuk akal? Sesedikitnya tiket yang dijual di loket pasti berjumlah minimal 500 sampai dengan seribu tiket, apakah bisa habis secepat itu? Lalu bagaimana dengan pembatasan pembelian tiket yang mengharuskan pembeli bisa membeli tiket maksimal 2 tiket? Butuh berapa banyak orang untuk menghabiskan tiket dalam sekejap jika memang aturan tersebut dilakukan? Ditambah harga tiket dari loket sudah bertambah minimal sepuluh ribu setiap tiketnya, untuk biaya apa itu? Biaya adnimistrasi? Jadi dimana kami bisa beli tiket dengan harga asli?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut seketika terjawab saat hari pertandingan. Mungkin ratusan orang di sela-sela kumpulan bobotoh mengacung-acungkan tiket dengan menyebutkan jenis tribun yang mereka punya. Ketika ditanya harga, mereka mematok hampir 100% dari harga tiket asli, that was insane! Bagaimana dengan bobotoh? Apa mereka tetap membeli? Saya dengan yakin berkata, Iya! Kecintaan bobotoh mengalahkan apa yang sebenarnya merugikan mereka. Selain itu banyak di antara bobotoh yang datang dari luar kota dan belum memiliki tiket, mau tidak mau mereka harus membeli tiket ke calo agar perjalanannya tidak sia-sia.

Cukup sampai situ? Tidak! Selain persoalan calo “berdasi” dan calo mainstream ada penyakit lain yang berada saat pertandingan. Oknum aparat yang tidak tahu malu memasukan penonton secara illegal tanpa tiket resmi. Mereka memberikannya percuma? Tentu saja tidak, tetap ada mahar dengan nilai dibawah harga tiket yang langsung masuk ke dalam kantong celana seragamnya. Selain aparat, panitia penyelenggara tak mau kalah dalam urusan ini, mereka yang berwenang memeriksa tiket dengan trik sulap menjadi sumber penghasilan tambahan. Di saat chaos- nya bobotoh yang akan masuk ke tribun, tiket yang sepatutnya disobek sebagai tanda sudah digunakan dan tidak berlaku lagi, sebagian lainnya dibiarkan utuh dan diamankan. Untuk itu mereka bisa menjualnya kembali sehingga mereka dapat untung selain gaji resmi dari bosnya, itulah tiket keriting istilahnya.

Bagaimana dengan bobotoh? Kelompok supporter? Hanya diam dan pasrah akan hal tersebut. Bayangkan, sudah sulit mendapat tiket, lalu membeli tiket dengan harga tinggi, masuk dalam tribun yang sesak dengan penonton “asing” yang tak memiliki tiket, dan kadang penontong asing lah yang sering berbuat onar dalam tribun. Apakah ini jawaban akan loyalitas kami? Apakah kami tidak diperbolehkan untuk merasa nyaman? Kami merasa seperti sapi perah, yang susunya terus diperah tanpa dirawat.

Hal ini terjadi selama bertahun-tahun. Memang sulit untuk dirubah seketika, tetapi sepertinya pihak PT.PBB, Panitia Penyelenggara, Kelompok-kelompok supporter tidak ada niatan untuk membenahi hal ini. Tahun ini, saat kompetisi terhenti dan digantikan dengan kompetisi “subsidi” pemerintah menjadi wadah yang memuncaki penyakit-penyakit stadion ini. Sudah saatnya untuk mulai bergerak, jangan sampai hal tersebut semakin menjadi dan membuat tercorengnya keindahan dukungan bobotoh pada tim kebanggaannya.

Beberapa hal sudah digembar-gemborkan, mulai dari pemesanan tiket online, barcode dalam tiket, adanya cctv, dll, dll semuanya hanya keluar sesaat, bahkan kadang tidak berguna sama sekali karena inkonsistensi dari para pemangku kewajiban tersebut. Seharusnya mereka bisa tegas untuk hal tersebut, apa yang kurang dari yang kami berikan? Puluhan milyar kami gelontorkan dalam satu pertandingan di stadion. Apakah tidak ada rasa ingin berterima kasih kepada kami? Setidaknya buatlah kami nyaman.

Dari kelompok-kelompok Supporter Bandung pun hanya terngiang teriakan cacian, mengajarkan permusuhan, loyalitas dengan mengenyampingkan logika. Memang hal tersebut biasa dalam dunia supporter, tetapi alangkah lebih baik untuk meraung agar penyakit ini bisa diminimalisir, setidaknya mereka memberikan propaganda-propadanda yang positif untuk anggota-anggotanya. Seharusnya mereka memberikan propaganda keras untuk mewajibkan membeli tiket saat ke stadion, tidak membeli ke calo, tidak menyogok aparat. Yakin dengan raungan dari kelompok supporter ini akan dipatuhi dengan baik, seperti halnya mematuhi bahwa the jak adalah musuh mereka. Apakah slogan “kabeh dulur” dimaksudkan bahwa “aing bisa menta untung ti maneh?” Ingat seperti kalimat dari kang Bahar dalam preman pensiun “ Kita itu bisnis, semua pihak harus diuntungkan” Inti dari kalimat tersebut adalah, jangan hanya memikirkan apa yang kamu dapat dari kami, tapi mari bersama saling berbagi satu sama lain. Jangan sampai ticketing yang kalian pegang salah satunya menjadi cara untuk memeras saudaramu yang sebenarnya berhak untuk tiket tersebut.

Kami cinta PERSIB, PERSIB Jiwa Raga Kami, Loyalitas tanpa batas untuk PERSIB. Tetapi kami juga cinta keselarasan, membenci ketidak adilan, penyalahgunaan wewenang. Kami bukanlah katak yang hanya bernyanyi di musim penghujan, kami Bobotoh, HARGAILAH DUKUNGAN KAMI!


0 comments:

Post a Comment